Aksi Nyata Modul 3.1
PRAKTIK MENJADI PENGAMBIL KEPUTUSAN
SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN
A. Latar Belakang
L Pendidikan Guru Penggerak (PGP) memberikan banyak pengalaman dan ilmu baru bagi kami. Kami merasa sangat beruntung berkesempatan menjadi CGP di Angkatan 4 ini. Semua yang sudah dipelajari dapat diterapkan di sekolah, bagi kami sebagai guru maupun sebagai individu yang hidup di lingkungan sosial. Dari paket modul 1 tentang paradigma dan visi guru penggerak, modul 2 tentang praktek pembelajaran yang berpihak pada murid, dan paket modul 3 tentang pemimpin pembelajaran dalam pengembangan sekolah. Pengalaman dan materi sampai akhir modul 1 sudah pernah dibagikan kepada rekan guru melalui kegiatan diseminasi di sekolah dan di MGMP Biologi SMA Kabupaten Magelang. Sedangkan untuk materi modul 3.2 dan 3.3 belum pernah dibagikan kepada seluruh rekan guru.
Modul 3.1 tentang pengambilan keputusan
sebagai pemimpin pembelajaran merupakan materi yang sangat penting bagi guru sebagai
pemimpin pembelajaran maupun sebagai seorang individu yang hidup
ditengah-tengah masyarakat, karena setiap orang pasti selalu dihadapkan pada situasi-situasi
yang harus mengambil keputusan. Terlebih jika situasi yang dihadapi adalah
dilema etika, dimana seseorang dihadapkan pada 2 pilihan yang sama-sama benar dan
harus memutuskan salah satunya. Untuk dapat mengambil keputusan dan menguji
keputusan dalam situasi dilema etika ataupun bujukan moral yang membingungkan,
diperlukan 9 langkah pengambilan keputusan, yaitu:
1. Mengenali nilai-nilai yang saling
bertentangan
2. Menentukan siapa yang terlibat dalam
situasi ini.
3. Kumpulkan fakta-fakta yang relevan
dengan situasi ini.
4. Pengujian benar atau salah
a. Uji Legal
b. Uji
Regulasi/Standar Profesional
c. Uji Intuisi
d. Uji Publikasi
e. Uji Panutan/Idola
5. Pengujian Paradigma Benar lawan
Benar.
6. Melakukan Prinsip Resolusi
7. Investigasi Opsi Trilema
8. Buat Keputusan
9. Lihat lagi Keputusan dan
Refleksikan
Keterampilan mengambil sebuah keputusan sangat dibutuhkan oleh guru sebagai pemimpin pembelajaran untuk memutuskan masalah-masalah yang berhubungan dengan pembelajaran, masalah dengan siswa, maupun masalah individu guru sebagai makhluk sosial. Dibutuhkan keberanian dan kepercayaan diri untuk menghadapi konsekuensi dan implikasi dari keputusan yang akan diambil karena tidak ada keputusan yang dapat mengakomodasi seluruh pemangku kepentingan. Dengan demikian kejelasan visi dan misi, budaya, dan nilai-nilai yang dianggap penting di sekolah untuk bisa menjadi acuan dalam pengambilan keputusan sangatlah diperlukan.
1. Berpikir
berbasis peraturan (Rule-Based Thinking) yang tidak bertanya tentang
konsekuensi tapi bertanya tentang prinsip-prinsip yang mendalam.
2. Berpikir
berbasis hasil akhir (Ends-Based Thinking) yang mementingkan hasil akhir.
3. Berpikir
berbasis rasa peduli (Care-Based Thinking), yang berhubungan dengan golden rule
yang meminta Anda meletakkan diri Anda pada posisi orang lain.
Di sesi wawancara ini secara tidak
langsung, saya telah membagikan tentang prinsip pengambilan keputusan kepada salah
satu rekan guru di sekolah.
Selain itu, saya juga membagikan tentang
konsep 9 langkah pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, serta perbedaan
dilemma etika dan bujukan moral dengan 4 paradigma pengambilan keputusan. Kita sebagai guru sering dihadapkan pada
situasi-situasi yang harus mengambil keputusan diantara beberapa pilihan.
Misalkan dalam proses pembelajaran, menghadapi situasi kelas, konflik antar
siswa, siswa berkonsultasi tentang masalahnya, maupun terkait tugas-tugas
guru. Dilema etika adalah hal berat yang
harus dihadapi dari waktu ke waktu. Ketika kita menghadapi situasi dilema
etika, akan ada nilai-nilai kebajikan mendasari yang bertentangan. Oleh karena
itu ada 4 pola, model, atau paradigma yang terjadi pada situasi dilema etika,
yaitu:
1.
Individu lawan masyarakat (individual vs
community)
2.
Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs
mercy)
3.
Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)
4. Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)
Rian datang ke saya untuk
menyampaikan masalahnya, meminta maaf dan memohon agar saya dapat
menandatangani surat pernyataan atas pelanggaran tersebut. Artinya saya juga
bertanggungjawab jika laptop dikembalikan tidak akan digunakan untuk main game
lagi dan hanya digunakan untuk persiapan lomba Biologi. Tentu ini menjadi
dilema etika bagi saya, karena di satu sisi Rian memang bersalah yaitu
menggunakan laptop di graha tanpa surat ijin dan digunakan main game. Sehingga
sudah seharusnya Rian menerima konsekuensi atas pelanggaran yang sudah dibuat. Sementara disisi lain jika saya tidak
membantunya, maka laptop Rian akan disita sampai bulan depan dan Rian tidak
dapat menggunakan untuk persiapan lomba Biologi. Memberikan tanda tangan di
surat pernyataan tersebut juga artinya saya harus bertanggung jawab atas apa
yang akan dilakukan Rian jika laptop dikembalikan. Tidaklah mudah membuat
keputusan tentang masalah tersebut, saya perlu mempertimbangkan dengan 9
langkah pengambilan keputusan dan 4 paradigma dilemma etika.
Menurut saya kasus ini termasuk
paradigma rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy). Jika saya
memutuskan untuk tidak menandatangani surat pernyataan tersebut adalah benar,
karena saya menegakkan keadilan, bahwa semua siswa harus tertib dalam
menggunakan laptop, jika ada siswa yang melanggar akan mendapatkan konsekuensi
sesuai aturan yang berlaku, tanpa kecuali. Sementara jika saya memberikan tanda
tangan pada surat pernyataan dan bertanggung jawab atas penggunaan laptop
berikutnya juga benar, dengan alasan saya kasihan dengan Rian tidak dapat
mempersiapkan lomba Biologi dengan baik jika laptop masih disita.
Keputusan yang saya ambil adalah
saya menandatangani surat pernyataan tersebut dengan beberapa konsekuensinya.
Saya mencoba untuk membimbing Rian merefleksikan kelasalahan yang sudah dibuat
dan dampak yang harus dihadapi. Saya juga meminta Rian untuk merefleksikan jika
laptop nanti diberikan dan disalahgunakan lagi, kira-kira apa yang akan
terjadi. Dari diskusi tersebut, Rian akhirnya menyampaikan ke saya bahwa laptop
akan benar-benar digunakan untuk kepentingan persiapan lomba, bukan yang lain.
Rian juga berjanji untuk tidak melakukan pelanggaran penggunaan laptop lagi.
Perasaan (feeling)
Saya merasa lega karena bisa membantu Rian
untuk mempersiapkan lomba Biologi yang akan dihadapi. Saya berharap keputusan
tersebut dapat membantu Rian untuk mengembangkan potensinya di bidang Biologi,
dan kejadian ini dapat menjadi pembelajaran bagi Rian sehingga tidak terulang
lagi dengan kesalahan-kesalahan yang lain. 3. Prinsip
yang saya gunakan dalam keputusan tersebut adalah berpikir berbasis rasa peduli
(Care-Based Thinking), dimana saya mencoba berempati bagaimana jika saya
dalam posisi Rian. Tentu saya berharap ada orang lain yang bisa membantu untuk
laptop bisa dikembalikan dan saya akan menggunakan untuk persiapan lomba.
Sayapun tidak akan mengecewakan orang yang telah membantu saya tersebut,
sehingga akan tertib dan bertanggung jawab dalam penggunaan laptop.
Pembelajaran (finding)
Dari aksi nyata dalam pengambilan
keputusan tersebut, saya mendiskusikan dengan rekan-rekan dalam komunitas CGP
satu kelas dalam sebuah pertemuan. Saya menyampaikan tentang kasus Rian dan
juga keputusan yang saya ambil. Saya meminta pendapat rekan-rekan CGP yang juga
sudah faham tentang konsep pengambilan keputusan tentang keputusan yang saya
ambil dari kasus Rian. Respon yang luar biasa dari rekan-rekan CGP tentang
keputusan saya, pada intinya mereka semua setuju dengan keputusan yang saya
ambil. Saya mendapatkan paradigma baru dari rekan CGP bahwa keputusan saya juga
bisa termasuk paradigma jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs
long term). Jika saya memutuskan untuk menandatangani surat pernyataan
adalah benar, yang secara jangka pendek ini bisa membantu Rian untuk
mengembangkan potensinya dalam mengikuti lomba Biologi. Atau jika saya
memutuskan untuk tidak menandatangani surat pernyataan adalah benar, karena
saya memikirkan jangka panjang dampak bagi siswa yang lain, bagaimana jika
nanti ada siswa lain yang juga melakukan pelanggaran yang sama, berarti aturan
juga bisa dibengkokkan. Hal ini perlu dipahami bersama agar peraturan tidak
menjadi bias dan dapat dengan mudah dibengkokkan. Kepentingan yang lebih besar
adalah kita sebagai guru seoptimal mungkin memberikan bantuan dan layanan
kepada siswa untuk mengembangkan potensinya agar menjadi orang yang sukses.
Semua harus kembali kepada prinsip pengambilan keputusan yang bertanggung jawab
dan berdampak positif bagi murid.
Penerapan ke depan (future)
Selanjutnya pengalaman-pengalaman tersebut harus dibagikan kepada rekan guru pada komunitas yang lebih luas, untuk membantu mereka membuat keputusan yang bertanggung jawab dan berpihak pada murid. Prinsip-prinsip pengambilan keputusan juga harus selalu digunakan dan dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari agar keterampilan kita dalam pengambilan sebuah keputusan semakin baik. Guru sebagai pemimpin pembelajaran sudah pasti selalu dihadapkan pada masalah-masalah yang rumit. Oleh karenanya, keterampilan guru dalam mengambil sebuah keputusan melalui 9 langkah pengambilan keputusan sangat diperlukan. Pertimbangan dalam menghadapi masalah dilema etika dengan 4 paradigmanya, dapat dikembalikan pada nilai-nilai kebajikan yang sudah diyakini oleh guru. Nilai-nilai kebajikan itulah yang akan mendasari pemikiran dalam mengambil suatu keputusan. Dengan demikian keputusan yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan dan berpihak pada murid.
Foto-foto Aksi Nyata:
Link youtube Aksi Nyata: https://youtu.be/Iuw--377iS4
Komentar
Posting Komentar