Koneksi Materi Modul 3.1

 

PENGAMBILAN KEPUTUSAN

SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN

 

Ki Hadjar Dewantara sebagai pelopor Pendidikan kaum pribumi di Indonesia. Nama besar Ki Hadjar Dewantara selalu dikenang oleh dunia Pendidikan Indonesia, terutama dengan Pratap Trilokanya yang terdiri atas tiga semboyan, yaitu Ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, dan Tut wuri handayani. Semboyan tersebut artinya adalah "di depan memberi teladan", "di tengah membangun motivasi", dan "di belakang memberikan dukungan". Jika dihubungkan dengan kondisi saat ini yang merupakan era digital, dimana segala sesuatu dapat diakses dengan cepat dari internet, maka seorang guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber informasi bagi murid. Guru harus memiliki keterampilan untuk memotivasi murid agar dapat berkembang sesuai potensinya, serta dilatih untuk melakukan kolaborasi. Guru sebagai pemimpin pembelajaran tentunya harus mengacu pada Pratap Triloka, agar dapat menjadi teladan bagi murid, memberikan motivasi kepada murid, serta mendorong murid untuk maju dan berkembang. Guru juga harus mempertimbangkan dengan matang setiap keputusan yang akan diambil harus agar selalu berpihak pada murid.

Guru selalu dipandang sebagai teladan di tengah-tengah masyarakat, oleh karena itu seorang guru harus mempunyai karakter yang baik dengan pembentukan nilai diri yang diupayakan untuk menjadi teladan bagi muridnya. Guru seharusnya mempunyai keyakinan terhadap nila-nilai kebajikan universal, sehingga keputusan yang diambil oleh seorang guru yang akan dikaitkan dengan nilai-nilai kebaikan dalam dirinya dan mampu melestarikan nilai-nilai kebaikan di tengah masyarakat melalui murid-murid mereka. Mengajarkan nilai-nilai kebajikan merupakan hal kunci yang perlu diajarkan kepada murid.

Dalam pengambilan keputusan terkait juga dengan keterampilan “coaching”. Keterampilan coaching perlu dimiliki para pendidik untuk menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Dalam proses coaching, murid diberi kebebasan namun pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan memberdayakan potensi yang ada agar murid tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Setelah beberapa kali melakukan “Coaching” di lingkungan sekolah, menurut saya keputusan yang diambil menjadi efektif. Hal ini dikarenakan sebelum mengambil keputusan dilakukan identifikasi kekuatan diri terlebih dahulu, sehingga kita dapat menentukan langkah-langkah yang akan diambil dari keputusan tersebut berdasarkan kemampuan kita, termasuk mempertimbangkan konsekuensi dari keputusan tersebut, dan kita dapat mempertanggungjawabkannya. Setiap keputusan yang kita ambil akan ada konsekuensi yang mengikutinya, oleh sebab itu setiap keputusan perlu berdasarkan pada rasa tanggung jawab, nilai-nilai kebajikan universal dan berpihak pada murid.

Pengambilan keputusan oleh seseorang sangat dipengaruhi oleh kemampuan orang tersebut dalam mengelola aspek sosial emosionalnya. Seseorang yang mampu menyadari dan mengelola aspek sosial emosionalnya akan memiliki kemampuan untuk mengambil pilihan-pilihan membangun yang berdasar atas kepedulian, kapasitas dalam mempertimbangkan standar-standar etis dan rasa aman, sehingga dapat membuat keputusan personal dan sosial yang etis dan konstruktif. Disinilah pentingnya seorang guru harus memiliki keterampilan mengenali dan mengelola emosinya, sebelum mengajarkannya kepada murid.

Di sisi lain, guru sebagai seorang pendidik pasti selalu dihadapkan pada masalah-masalah baik dengan siswa, rekan guru, pimpinan sekolah maupun komunitas lain. Dalam mengambil sebuah keputusan dan mengujinya dalam situasi dilema etika ataupun bujukan moral yang membingungkan, ada 9 langkah yang perlu dilakukan. Jawaban pertanyaan dari setiap langkah tersebut akan tergantung pada nilai-nilai yang sudah diyakini sebelumnya, sehingga sangatlah penting seorang guru memiliki nilai-nilai kebijakan universal yang diyakini. Salah satu contohnya adalah pada langkah pertama, yaitu mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan. Hal ini penting bagi kita untuk mengidentifikasi masalah yang sedang dihadapi. Kita juga perlu memastikan bahwa masalah tersebut betul-betul berhubungan dengan aspek moral, bukan sekedar masalah yang berhubungan dengan sopan santun dan norma sosial.

Keputusan yang diambil oleh guru sebagai pemimpin pembelajaran sangatlah berpengaruh pada murid atau sekolah. Disinilah pentingnya guru harus memiliki nilai-nilai kebajikan yang sudah disepakati dan berlaku di sekolah, karena sebelum mengambil keputusan guru akan mengaitkannya dengan nilai-nilai yang sudah diyakini tersebut. Guru juga sebaiknya bersikap reflektif, kritis, dan terbuka dalam menganalisis nilai-nilai kebajikan yang terkandung dalam sebuah pengambilan keputusan yang berpihak pada murid. Dengan demikian pengambilan keputusan bisa tepat, sehingga berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.

Kesulitan yang dialami dalam pelaksanaan pengambilan keputusan di sekolah adalah saat masalah tersebut termasuk dalam dilema etika. Empat paradigma yaitu Individu lawan masyarakat (individual vs community), Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy),  Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty), dan Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term) akan menjadi pilihan yang sulit untuk mengambil keputusan. Disinilah pentingnya mengidentifikasi paradigma ini, bukan hanya mengelompokkan permasalahan, namun membawa penajaman bahwa situasi yang dihadapi, memastikan betul pertentangan antara dua nilai-nilai inti kebajikan yang sama-sama penting. Contohnya, saat ada siswa yang mencontek tidak diberikan sanksi sesuai norma/aturan di sekolah tersebut karena pertimbangan kondisi tertentu, ini akan menjadi sulit jika berikutnya ada siswa lain yang melakukan pelanggaran yang sama dalam kondisi yang berbeda.

Pada kehidupan nyata, kita sering menemui adanya masalah-masalah dilema etika yang cukup berat. Ketika kita menghadapi situasi dilema etika, akan ada nilai-nilai kebajikan mendasari yang bertentangan seperti cinta dan kasih sayang, kebenaran, keadilan, kebebasan, persatuan, toleransi, tanggung jawab dan penghargaan akan hidup. Nilai-nilai atau prinsip-prinsip itulah yang mendasari pemikiran seseorang dalam mengambil suatu keputusan. Etika tentunya bersifat relatif dan bergantung pada kondisi dan situasi, dan tidak ada aturan baku yang berlaku. Tentunya ada prinsip-prinsip yang lain.  Setidaknya ada tiga prinsip yang seringkali membantu  dalam menghadapi pilihan-pilihan yang penuh tantangan, yang harus dihadapi pada dunia saat ini, yaitu: melakukan demi kebaikan orang banyak, menjunjung tinggi prinsip-prinsip/nilai-nilai yang diyakini, dan melakukan apa yang diharapkan orang lain akan melakukan kepada kita. Tidak ada prinsip yang paling baik, tergantung pada situasi dan kondisi masalahnya, dan setiap keputusan yang kita ambil dengan prinsip manapun pasti akan ada konsekuensi yang mengikutinya. Oleh sebab itu setiap keputusan perlu berdasarkan pada rasa tanggung jawab, nilai-nilai kebajikan universal dan berpihak pada murid.

Jika seorang guru mempunyai keyakinan kuat terhadap nilai-nilai kebajikan yang berlaku disekolah tersebut, tentu akan lebih mudah untuk menumbuhkan motivasi intrinsik kepada murid dalam upaya pelestarian budaya positif sekolah. Kemampuan guru dalam membuat keputusan yang didasari dengan nilai-nilai kebajikan yang diyakininya juga akan menghasilkan keputusan yang bertanggung jawab dan berpihak pada murid. Sehingga hasil keputusan tersebut akan berdampak positif bagi murid.

Kesimpulan akhir dari tulisan saya tersebut adalah bahwa seorang guru sebagai pendidik sekaligus pemimpin pembelajaran harus memiliki dan meyakini nilai-nilai kebajikan yang selalu dipedomani, sehingga terbentuk profil guru yang berkarakter baik dan dapat diteladani oleh murid dan masyarakat sekitar. Dalam peranannya sebagai seseorang yang bertanggung jawab dalam proses pembelajaran, untuk membentuk karakter murid yang baik dan profil Pelajar Pancasila, maka guru sebaiknya melakukan pembelajaran berdifferensiasi untuk memetakan kebutuhan belajar murid dan pembelajaran sosial emosional untuk melatihkan keterampilan pengenalan dan pengelolaan sosial-emosional murid. Guru juga harus bisa menjadi coach bagi murid-murinya, agar murid dapat menemukan sendiri kekuatan dirinya dan solusi terbaik atas permasalahan yang dihadapi. Keterampilan-keterampilan guru tersebut dapat mempengaruhi dalam mengambil sebuah keputusan yang bertanggung jawab dan berpihak pada murid, melalui 9 langkah pengambilan keputusan. Pertimbangan dalam menghadapi masalah dilema etika dengan 4 paradigmanya, dapat dikembalikan pada nilai-nilai kebajikan yang sudah diyakini oleh guru. Dengan demikian keputusan yang diperoleh adil untuk semua pihak dan dapat dipertanggungjawabkan.

Salam Guru Penggerak

Ana Murwati

(CGP Angkatan 4, SMA Taruna Nusantara)

Komentar

Postingan populer dari blog ini